Selasa, Februari 05, 2013

Guru dan Pahlawan


Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru..
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku..
Sbagai prasasti terimakasihku tuk pengabdianmu..
Engkau sebagai pelita dalam kegelapan, engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan..
Engkau patriot pahlawan bangsa, tanpa tanda jasa..

Iya betul, itu hymne guru yang pasti setiap anak sekolah hafal. Sejak SD saya sudah lihai menyanyikannya.
Guru, seorang pahlawan paling berjasa dalam kehidupan kita, yang memberi pendidikan untuk bekal kemana arah cita-cita kita. Seorang presiden pernah belajar dengan gurunya, seorang dokter menuntut ilmu lewat gurunya, seorang tentara menimba ilmu dari gurunya, bukankah kita semua memulai sekolah baik itu di lembaga formal maupun informal dengan guru?
Bagi saya, guru adalah pekerjaan paling mulia didunia, menjadi seorang pemberi ilmu yang kemudian akan ditularkan kepada orang lain secara terus-menerus. Bahkan dalam sebuah hadits Rosululloh bernah bersabda "sampaikanlah walau satu ayat" yang artinya bahwa siapapun yang menyampaikan kebaikan (ilmu) sekecil apapun akan diberi pahala kepadanya. Guru membuka mata kita kepada pendidikan yang sifatnya sangat vital, tak hanya dibutuhkan oleh raga melainkan sangat dibutuhkan oleh jiwa. Entah guru sekolah, guru ngaji, guru les, guru apapun mereka mempunyai derajat yang sama, mereka pahlawan, sember ilmu.
Saya akan bercerita mengapa saya tertarik masuk dunia pendidikan ini. Iya, saya terlahir dari kedua orang tua yang berlatar belakang pendidikan, Ayah dan Ibu saya, guru sebuah sekolah dasar. Beliau sudah mengabdikan dirinya dalam dunia ini cukup lama, saya mengerti betul bagaimana mereka berjuang menyampaikan ilmunya kepada anak didiknya dengan tenaga yang tidak bisa dibilang remeh, iya saya bisa berkata demikian disebabkan sebelum ini Ayah saya mengajar di sebuah sekolah dasar negeri yang berada di lingkup sebuah perusahaan di Dieng, Banjarnegara, yaitu PT. Dieng Jaya, dimana di sekolah tempat ayah saya mengajar ini siswanya adalah anak-anak dari petani jamur dieng jaya, ayah saya tinggal di rumah dinas, dan harus pulang ke rumah satu minggu sekali. Setelah itu ayah saya resign ke sekolah dasar negeri yang letaknya masih di kecamatan Batur, Banjarnegara. Sebuah sekolah terpencil di balik bukit, tidak ada angkutan kota sampai disana, transportasi yang ada hanya sepeda motor, ojek dan bahkan tak jarang banyak warga yang menumpang kendaraan pertanian milik warga yang mempunyai lahan pertanian di daerah ini. SD Negeri 3 Kepakisan, Batur Banjarnegara. Sewaktu ayah saya tugas disini, hanya ada kelas 1-3 saja, selanjutnya jika mereka ingin melanjutkan kelas 4-6 mereka harus berjalan jauh ke sekolah terdekat yaitu SD N 1 Kepakisan. alasan pemerintah hanya membangun tiga lokal kelas ini jelas, karena kekurangan murid, kesadaran berpendidikan masyarakat sekitar masih sangat rendah, banyak anak usia sekolah lebih memilih menjadi petani kentang yang menjadi komoditas utama di daerah ini. Disinipun ayah saya harus tinggal di rumah dinas sederhana yang letaknya menempel satu atap dengan sekolah. Ya, beliau tidak bisa bolak-balik ke rumah dengan alasan jarak yang cukup jauh. Beliau kembali satu minggu sekali. Pernah saya liburan disini, bersama Ibu dan adik saya Ayun, ketika itu Hanum belum lahir. Kami menginap di rumah dinas yang ditempati ayah saya, dengan keadaan yang sangat sederhana, cuaca sangat dingin, dan lingkungan sekitar yang masih dikelilingi perkebunan warga. Iya, inilah perjuangan, menjadi guru tak selamanya hanya menyampaikan pelajaran dikelas, tetapi perjuangan dibelakangnya yang kadang tidak dipandang. Perjuangan ayah saya meninggalkan keluarga dan hanya bertemu seminggu sekali demi tugasnya. Seiring berjalannya waktu beliau dipindahkan ke SDN 1 Dieng Kulon, sebuah sekolah dasar yang letaknya paling dekat dengan objek wisata dieng, perbatasan kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo, sekolah yang bisa saya katakan baik dan lebih maju dibandingkan sebelumnya. Disini ayah saya lebih leluasa melebarkan sayap, dengan berbekal berbagai pengetahuan yang beliau punya, beliau aktif dalam berbagai organisasi guru, dan beliau tidak harus tinggal di rumah dinas lagi, bisa pulang kerumah setiap hari. Tidak berbeda dengan ibu saya, ibu pernah mengajar disebuah SD terpencil dimana jalan yang harus dilalui sangat tidak layak, hanya bisa dilalui sepeda motor dengan pengendara super berani dan mobil-mobil tinggi sejenis jeep. Ibu yang memang tidak berani naik motor seringkali harus berjalan kaki berpuluh-puluh kilometer demi mendatangi sekolah tersebut, iyaa ibu adalah wanita kuat yang tak pernah mengeluh, saat itu adik bungsu saya masih balita, dimana dia sering rewel ketika ditinggal ibu, seringkali ibu harus pulang dengan sedikit berlari karena adik saya sudah menangis mencari-cari ibu. Dan sekali lagi perjuangan seorang guru dibalik proses belajar dikelas adalah salah satu hal yang perlu di hargai, merekalah pahlawan sesungguhnya, yang rela meninggalkan keluarga demi suatu kewajiban yang di genggamnya, saya yakin masih banyak guru diluar sana yang jauh lebih keras berusaha menjalankan kewajibannya. Mungkin di ujung papua sana, nusa tenggara timur dan pedalaman lain yang saya sendiri tak pernah tahu keberadaannya. Guru di sekolah favorit dan kota-kota besar tidak ada apa-apanya dibandingkan perjuangan guru di daerah terpencil yang bahkan harus mencari murid satu-satu dengan menyambangi rumah mereka seperti yang pernah ibu saya lakukan.
Ibu saya pernah berkata, "jadi guru tak hanya mendapat upah di dunia lewat gaji yang tak seberapa ini nak, tapi di akhrat kita akan mendapat pahala atas ilmu yang kita sampaikan, belum lagi doa-doa murid-murid kita nanti", ya atas dasar itu hati saya tergerak bahwa suatu hari nanti saya akan menjadi guru. Dan yaa, disinilah saya sekarang, mahasiswa tingkat akhir jurusan pendidikan fisika, yaa saya sebentar lagi akan menjadi guru, guru fisika, mata pelaaran yang paling dibenci murid nomer wahid. Namun saya tidak menyerah, saya masih terus berjuang. Guru yang akan menjadi panutan siswa, menjadi contoh yang akan di tiru murid-murid kita nanti, bahkan dosen daya bu Dian pernah berkata "jadi dokter, ketika kita memberi resep obat salah dan pasien mati, sudah selesai satu orang korbannya. Tapi ketika seorang guru salah memberikan ilmu kepada muridnya dan kemudian muridnya menyeberluaskan, yang salah bukan hanya satu orang, melainkan tujuh turunan salah karena kesalahan anda".
Sayapun sudah mulai belaar menjadi guru, iya melalui program pengalaman lapangan (PPL) yang menjadi salah satu mata kuliah wajib mahasiswa pendidikan. Ketika itu ditempatkan di SMA Muhammadiyah Sewon, Bantul. Selain itu saya berlatih menjadi guru melalui les privat yang saya ampu sendiri, saya belajar mentransfer ilmu dan mengetes seberapa mampu saya menyampaikan materi hingga murid saya paham. Melalui les privat ini saya belajar banyak hal, saya tahu dimana letak kesulitan mereka, dimana mereka sulit memahami, bentuk soal seperti apa yang mereka keluhkan, ya saya belajar banyak dari sini, dan dihitung dari awal saya memulai les privat ini, alhamdulillah sudah banyak murid yang saya tangani, yang belajar bersama saya dan menyelesaikan studinya, selain belajar, ucapan terimakasih dari orangtua dan nilai memuaskan yang mereka capai adalah kebahagiaan yang tidak bisa dibayar dengan harga berapapun.

terimakasih murid-muridku, adik-adikku :
1. Arsyadi
2. Donis Daviska
3. Rio Adi Nugroho
4. Rivandhy Satria P.
5. Meisya Bahreza
6. Anindita Ar-Rachma
7. Dessy Ardilani S.
8. Devi Sekar Wangi
9. Almaas Rosi NA.
10. Devi Chintya
11. Refita Clara Beliana
12. Dewi Indriyani
13. Bastian
14. Clarissa
15. Cindy
16. Dian Nugroho
17. Hasna
18. Latifa Karunia

Menjadi guru bukan semata-mata mencari penghasilan, tapi menumbuhkan rasa ingin memberikan yang terbaik kepada sesama, berbagi ilmu yang lebih dulu kita dapatkan. Karena tak ada orang bodoh dan pintar, yang ada hanya yang mendapatkan ilmu lebih dahulu dan yang mendapatkannya belakangan.

Senin, Februari 04, 2013

Vakum

Dear bloger, lama sekali saya tidak menulis, maafkan saya. Saya masih pecandu kuliner dan masih penjelajah tempat wisata, hanya saja akhir-akhir ini saya sibuk, banyak tugas kuliah, kerjaan les privat, ditambah camera kehilangan charger dan yang paling parah laptop saya sudah almarhum. Sayapun pindah rumah kost, koneksi yang tadinya menggunakan speedy kost kini beralih kepada modem yang seringkali menjengkelkan. Oke baiklah, saya curhat disini, ini blog saya jadi saya menulis apa yang ingin saya tulis, nggak ada yang melarang bukan? ahaha...
Berbekal netbook pink pengganti laptop rusak saya, dan koneksi modem dengan provider a*is ini saya akan menulis lagi. 

With love
Widyandari fp

Template by:

Free Blog Templates